Kamis, 18 Februari 2016

Pengalaman Mendaki Gunung Prau, Dieng, Wonosobo

Libur Natal 2015 kemarin adalah libur Natal yang paling berkesan buatku. Kenapa? Karena ada 2 impianku yang terwujud di akhir tahun 2015. Pertama, bisa merasakan naik pesawat terbang untuk pertama kalinya (udah aku ceritakan di tulisan pertamaku di blog. Hehe...). Yang kedua, akhirnya aku bisa melihat keindahan Dataran Tinggi Dieng secara langsung. Sebelumnya, aku belum pernah sama sekali ke Dieng (katrok banget ya, ke dieng aja belum pernah. Haha...).

Kali ini aku mau menceritakan pengalamanku mendaki Gunung Prau, Dieng, Wonosobo. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku naik gunung, karena sebelumnya aku udah 2 kali naik gunung, yakni Gunung Ungaran di Semarang. Jadi ini ketiga kalinya aku naik gunung, juga pertama kalinya aku naik Gunung Prau. So, langsung aja ke cerita!

Tanggal 26 Desember 2015, atau sehari setelah Natal, aku dan keluargaku bersama 4 orang teman papaku, kebetulan papaku juga mengajak teman-temannya, berangkat menuju Dieng dari Semarang. Total kami ada 8 orang, dengan rincian 6 laki-laki (aku, papaku, adikku, Pak Harto, Pak Totok, dan Andro, anaknya Pak Totok) dan 2 wanita (mamaku dan Bu Totok, istrinya Pak Totok). Kami ke Dieng dengan menggunakan mobil. Kami berangkat dari Semarang pukul 09.30. Jarak Semarang ke Dieng sendiri sekitar 120 km (kurang lebih 4 jam perjalanan). Rute yang kami ambil adalah Semarang-Ambarawa-Temanggung-Parakan-Wonosobo-Dieng. Perjalanan Semarang-Dieng skip, karena tidak ada sesuatu yang menarik. Haha...

Jalan raya Wonosobo-Dieng


Pukul 17.00, akhirnya kami sampai di Dieng. Jadi perjalanan Semarang-Dieng 7,5 jam. Kok lama banget sih? Karena kita berhenti beberapa kali untuk makan siang dan juga berhenti di SPBU untuk numpang ke toilet. Haha... Dan juga kita terjebak kemacetan panjang di jalan raya Wonosobo-Dieng karena ada perbaikan jalan.

Sesampainya di Dusun Patak Banteng, kami berdelapan mencari homestay. Beruntung ada warga lokal yang membantu kami mencarikan homestay, jadi kami tidak usah susah-susah mencari homestay. Dan akhirnya kami menemukan homestay yang cukup nyaman, tarif per malamnya Rp 250.000/kamar. Kami menyewa 2 kamar. Oh ya, orang yang membantu kami mencarikan homestay itu namanya Hatman, orang Wonosobo asli. Dia juga yang menjadi pemandu kami dalam pendakian Gunung Prau. Rencana kami berenam (aku, papaku, adikku, Pak Harto, Pak Totok, dan Andro) akan mendaki Gunung Prau melalui jalur Patak Banteng. Jalur Patak Banteng ini adalah jalur yang paling banyak dilalui para pendaki Gunung Prau. Sebenarnya masih ada jalur lain untuk mendaki Gunung Prau, yakni Kali Lembu, namun waktu tempuh untuk mencapai puncak dari jalur Kali Lembu lebih lama daripada via jalur Patak Banteng, yakni 2-3 jam, sementara kalo melalui jalur Patak Banteng hanya 1,5-2,5 jam. Hanya saja, jalur Patak Banteng ini medannya cukup berat dan curam, hanya beberapa bagian saja yang landai.

Rencananya kami akan menuju puncak Gunung Prau saat dini hari, yakni pukul 01.30, agar sampai puncak kita bisa melihat matahari terbit atau istilah kerennya "golden sunrise". Guide kami, Mas Hatman, juga bilang pada kami akan menjemput kami di penginapan bila waktu mendakinya tiba. Malam harinya, beberapa jam sebelum mendaki, kami sempatkan untuk jalan-jalan melihat suasana Dusun Patak Banteng. Suhu malam itu cukup dingin, yakni 18 derajat Celcius. Jadi aku sarankan apabila jalan-jalan di kawasan Dieng pada malam hari untuk mengenakan jaket tebal, karena dinginnya menusuk tulang. Hehe...

Jalan-jalan menikmati dinginnya udara malam kawasan Dieng

Setelah puas jalan-jalan, akhirnya kami kembali ke penginapan untuk beristirahat agar badan kami fit saat mendaki Gunung Prau.


Bersantai di penginapan

Pukul 00.30, aku terbangun karena tiba-tiba pemandu kami sudah menghampiri kami. "Ini gimana sih, katanya jemputnya jam setengah 2, lha kok jam setengah 1 udah datang," batinku. Haha... Berhubung kami sudah dibangunkan oleh pemandu kami untuk siap-siap, aku tidak melanjutkan tidurku, nanggung kurang 1 jam. Heheh... Nah, yang bikin aku sedikit kecewa tuh adikku nggak jadi ikut naik gunung, karena bangun-bangun dia langsung sakit kepalanya, nggak tau deh kenapa. Akhirnya ya cuma kami berlima yang naik gunung, sementara adikku tinggal di penginapan sama emak-emak. Haha...

Bersiap untuk mendaki Gunung Prau

Tepat pukul 01.30, kami berlima berangkat menuju puncak Gunung Prau melalui jalur Patak Banteng dengan dipandu Mas Hatman. Petualangan yang penuh tantangan pun dimulai. Awal pendakian kami belum menemui masalah. Oh ya, pendakian melalui jalur Patak Banteng terdapat 3 pos.

Sesampainya di pos 1, di sini kami menemui masalah. Andro tiba-tiba saja staminanya nge-drop (oalah Ndro Ndro... belum apa-apa kok udah nge-drop). Akhirnya kami berempat, aku, papaku,  Pak Harto, dan Mas Hatman naik duluan. Sementara Pak Totok dan Andro tinggal di pos 1 sampai Andro benar-benar kembali fit. Saat pendakian, kami pun bertemu dengan pendaki-pendaki lain, bahkan kami sempat naik bersama sebelum akhirnya berpisah di tengah-tengah pendakian.

Saat mendaki, kami melihat sebuah warung yang masih buka. Batinku, "Ada gitu ya warung di tengah-tengah gunung?" Hehe... Kami berhenti di warung itu untuk menunggu Andro dan Pak Totok. Beberapa menit kemudian, Andro dan Pak Totok muncul. Andro pun sudah kembali fit, dan kami pun melanjutkan pendakian. Medan yang kami lalui pun cukup berat, belum lagi ditambah suasananya yang gelap. Jadi, bila kita tidak membawa senter atau penerangan, bisa-bisa kita terperosok ke jurang, karena saat mendaki, sebelah kiri itu adalah jurang, hanya saja, karena saat malam suasananya gelap, maka kita tidak tau kalo ternyata itu adalah jurang.

Pos 2 dan pos 3 kami lalui dengan lancar jaya, tidak ada masalah berarti, hanya saja kami banyak berhentinya karena kelelahan. Setelah pos 3, sebentar lagi kita sampai puncak. Dan tepat pukul 04.25, kita pun sampai puncak. Yeahh... Finally! Berarti pendakian hanya memakan waktu hampir 2 jam, dan kita punya kesempatan untuk melihat golden sunrise. Sip dah!

Yeahhh... Akhirnya kita sampai di puncak Gunung Prau

Dari puncak Gunung Prau, kita bisa melihat golden sunrise dan beberapa gunung lain. Benar-benar mahakarya yang sangat eksotis

Gunung Prau ini memiliki ketinggian 2565 MDPL. Selain bisa melihat golden sunrise, dari puncak Gunung Prau, kita bisa melihat beberapa gunung lainnya, seperti Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan juga Gunung Slamet di sebelah barat. Kita benar-benar seperti berada di negeri di atas awan. Pemandangannya sungguhlah luar biasa hingga susah diungkapkan dengan kata-kata. Lebay! Haha... Setelah sampai puncak, Mas Hatman pun pamit pada kami untuk turun duluan. Tak lupa kami ucapkan terima kasih pada Mas Hatman karena telah memandu kami sampai puncak. See you next time Mas Hatman! Terima kasih sudah dipandu sampai puncak.

Karena waktu pendakian kami saat liburan, maka suasananya sangat ramai pendaki. Mungkin ada ratusan pendaki yang berada di puncak Gunung Prau. Kami pun sempat mengobrol dengan seorang pendaki dari Jakarta.   

Di puncak Gunung Prau, ada sebuah bukit yang dinamakan Bukit Teletubbies. Dinamakan demikian karena bentuk bukitnya mirip dengan bukit yang ada di film Teletubbies.

Bukit Teletubbies di Gunung Prau 

Berpose dengan background Bukit Teletubbies

Kami berlima berada di puncak selama kurang lebih 1,5 jam. Setelah keadaan benar-benar terang, akhirnya kami turun. Saat turun kita harus hati-hati, karena turunannya sangat curam dan juga licin. Alangkah kagetnya kami saat melihat sebelah kanan kami ternyata adalah jurang. Saat mendaki, kami tidak tau kalo sebelah kiri itu ternyata jurang. Melihatnya saja sudah ngeri, dalam hati pun aku berdoa semoga kami turun dengan selamat.

Saat turun, kami berempat sempat jatuh terpeleset beberapa kali. Hanya Andro yang tidak jatuh. Tapi kan dia pas awal-awal naik sempat down. Haha... Kami pun berhenti di warung tempat kami tadi menunggu Andro dan Pak Totok. Kami istirahat sebentar untuk menikmati segelas teh hangat dan beberapa gorengan. Setelah istirahat beberapa menit, kami pun melanjutkan perjalanan turun.

Tepat pukul 07.30, kami pun sampai di penginapan. Ini berarti dari puncak ke penginapan kurang lebih 2 jam, sama seperti saat mendaki. Akhirnya selesai sudah petualangan kami mendaki Gunung Prau. Kami pun segera membersihkan diri dan berkemas-kemas sebelum akhirnya pulang ke Semarang.

Setelah semuanya beres, pukul 10.00 kami bersiap meninggalkan penginapan dan kembali ke Semarang. Tak lupa kami berpamitan pada pemilik homestay. Kalo suatu saat kita ke Dieng lagi, kita bakalan menginap lagi deh di homestay ini. Hehe... Amin. 

Setelah berpamitan, kami pun menuju mobil dan cus pulang ke Semarang. 

Finally... Ceritanya selesai sampai di sini. Benar-benar pengalaman yang berkesan dan tak akan pernah aku lupakan. Akhirnya kesampaian juga ke Dieng. Next, Bromo! Amin.


       
  

Sabtu, 13 Februari 2016

Mencoba Kereta Kaligung Semarang-Tegal-PP

Tut tut tut... naik kereta api, siapa hendak ikut (bener nggak sih lirik lagunya? Hehe).

Kali ini aku mau menceritakan pengalamanku naik kereta Kaligung Semarang-Tegal-PP kemarin waktu libur Imlek. Ini adalah pertama kalinya aku naik kereta api (ketauan ya kalo "ndeso". Hahaha...).

Jadi ceritanya begini. Beberapa minggu sebelumnya, mamaku ngajak naik kereta. Awalnya sih ngajak naik kereta Semarang-Purwodadi-PP. Tapi aku bilang, "Ngapain ke Purwodadi? Toh, di sana nggak ada objek wisata yang menarik." Sebenarnya mamaku cuma ngajak kereta-keretaan aja sih, jadi habis sampai stasiun tujuan terus balik lagi. Tapi nggak asyik juga dong kalo cuma kereta-keretaan, ya lebih asyik kalo juga jalan-jalan dan mengunjungi objek wisata yang ada di situ. Setelah ngobrol panjang lebar masalah naik kereta, akhirnya tujuan diganti, nggak jadi ke Purwodadi, tapi ke Tegal nyobain kereta Kaligung, dan disepakati berangkatnya Minggu, 7 Februari 2016 atau H-1 libur Imlek.

Setelah browsing sana-sini di internet nyari tiket kereta api, akhirnya dapat juga deh. Booking tiket kereta Kaligung Semarang-Tegal-PP buat 4 orang (lho, kok 4? Iya, soalnya mau pergi sekeluarga, aku, mama, papa, sama adikku. Hehe...). Tiket aku booking H-3 sebelum keberangkatan, karena tanggal 7 itu bertepatan dengan libur long weekend, takutnya entar kehabisan tiket. Biasanya kalo libur long weekend kan tiket-tiket (bus, kereta, pesawat) pada habis. Oh ya, sebagai informasi saja, harga tiket kereta Kaligung Semarang-Tegal sebesar Rp 50.000/penumpang. Kalo PP berarti tinggal dikali 2. Waktu aku booking, aku dapat potongan harga sebesar Rp 25.000. Lumayan kan? Hehe... Jadi total yang harus aku bayar sebesar Rp 375 ribu (PP buat 4 orang). Untuk jadwal keberangkatan dari Semarang menuju Tegal, kereta Kaligung ini ada 4 kali pemberangkatan setiap harinya, yakni pukul 06.20, 09.10, 12.50, dan pemberangkatan terakhir pukul 16.30. Sebaliknya dari Tegal menuju Semarang juga ada 4 pemberangkatan setiap harinya, yakni pukul 05.00, 09.25, 12.20, dan pemberangkatan terakhir pukul 17.05. Untuk kereta Semarang-Tegalnya, aku pilih yang keberangkatan pukul 09.10, biar nggak terlalu pagi juga nggak terlalu siang. Sementara untuk baliknya ke Semarang, aku pilih yang jam pemberangkatan terakhir, yakni 17.05.   

Booking tiket Kaligung Semarang-Tegal-PP buat 4 orang

Setelah urusan pembayaran tiket selesai, pihak travel agent mengirimkan semacam voucher ke e-mail. Voucher ini harus di-print untuk nanti ditukar tiket fisik di stasiun keberangkatan.

Tiket fisik keret api

Minggu, 7 Februari 2016. Pukul 06.30 pagi kita berempat udah siap untuk menuju Stasiun Poncol Semarang. Sengaja kita berangkat pagi-pagi biar nggak ketinggalan kereta. Hehe... Soalnya jarak rumah ke Stasiun Poncol lumayan jauh, sekitar 15 km (kurang lebih 30 menit perjalanan). Mamaku segera menelepon taksi; kami menggunakan taksi berlambang burung biru (pasti tau dong nama taksinya. Hehe...). Nggak  lama kemudian, taksi yang dipesan pun udah nongol di depan rumah. Batinku, "Cepet banget yak sopir taksinya?". Hehe... 

Cusss... Kita pun meluncur ke Stasiun Poncol. Sopir taksinya nyantai bawa taksinya, nggak ugal-ugalan. Sekitar 40 menit kemudian, kita pun tiba di Stasiun Poncol. Bayar ongkos taksi dan habisnya Rp 75 ribu (agak mahal juga ya? Hehe). Setelah itu, kita menuju loket penjualan tiket untuk menukar voucher dengan tiket kereta. Tapi ternyata di sini kita diharuskan mencetak tiket sendiri di mesin cetak tiket mandiri (CTM) yang disediakan. Tinggal masukkan kode booking lalu akan muncul data penumpang, dan kita klik "Cetak" untuk mencetak tiket. Simpel kan? Cukup majulah sekarang layanan kereta api, udah (hampir) mirip layanan pesawat.

Setelah mencetak tiket, kita segera menuju ruang tunggu. Sebelum masuk ke ruang tunggu, kita harus melalui 2 kali pemeriksaan tiket dan KTP. Setelah lolos, kita dipersilakan menuju ruang tunggu. Di ruang tunggu ini, kita bisa melihat kereta api yang tiba maupun yang akan berangkat. Kita juga bisa berfoto-foto ria sembari menunggu kereta yang akan kita naiki berangkat. 

Itu dia kereta Kaligung yang akan kita naiki

Foto-foto dulu sambil nunggu kereta berangkat

Pukul 08.30, petugas stasiun mengumumkan kepada para penumpang kereta Kaligung tujuan Tegal untuk segera naik ke kereta karena kereta akan segera diberangkatkan. Kita pun langsung menuju ke kereta. Ada kejadian lucu saat kita memasuki kereta, di mana kita sempat salah tempat duduk. Harusnya kita duduk di kursi 9D, 9E, 10D, 10E gerbong 1, tapi yang kita duduki adalah kursi dengan nomor sama tapi di gerbong 2. Kita dengan pedenya duduk di kursi tersebut, nggak sadar kalo kita salah tempat duduk. Haha... Sampai akhirnya penumpang yang duduk di kursi tersebut datang dan bilang kalo yang kita duduki adalah gerbong 2. Dengan malu kita meminta maaf, untungnya penumpang tersebut nggak marah dan dengan lembut bilang "nggak apa-apa". Heheheh... Akhirnya kita menuju gerbong 1 di mana seharusnya kita duduk.

Setelah duduk di tempat yang benar, kita pun sempatkan buat foto-foto di dalam kereta sebelum kereta berangkat.

Narsis dulu di dalam kereta

Pukul 09.05, kereta pun berangkat, sesuai dengan jam keberangkatan yang tertera di tiket. Salut deh buat kereta Kaligung, tepat waktu! Selama perjalanan, kita disuguhi pemandangan yang mengagumkan, seperti hamparan sawah yang hijau dan juga pemandangan laut. Untuk perhentian pertama, kereta ini berhenti di Stasiun Weleri. Nggak lama berhenti, cuma sekitar 10 menit, lalu lanjut ke perhentian berikutnya, yakni Stasiun Pekalongan.

Kereta melewati pinggir laut

 Kita juga disuguhi pemandangan sawah yang hijau

Setelah berhenti di Stasiun Pekalongan selama beberapa menit, KA Kaligung melanjutkan perjalanan. Perhentian berikutnya adalah Stasiun Pemalang. Di Stasiun Pemalang, kereta berhenti cukup lama, sekitar 20 menit, karena harus berpapasan dengan KA Argo Muria dari Jakarta. Setelah KA Argo Muria lewat, KA Kaligung kembali melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir, yakni Stasiun Tegal.

Pukul 11.53, KA Kaligung akhirnya sampai di Stasiun Tegal. Terlambat sekitar 20 menit dari jadwal kedatangan yang tertera di tiket. Finally... Welcome to Tegal, kota ngapak! Hehe...

Welcome to Tegal

Stasiun Tegal

Sebenarnya sih kita niatnya cuma pengen kereta-keretaan aja, jadi sampai Stasiun Tegal balik lagi ke Semarang. Haha... Tapi berhubung kereta yang akan kita naiki buat balik ke Semarang berangkatnya jam 5 sore, akhirnya kita jalan-jalan dulu di kota Tegal. Bosan juga kalo harus menunggu 5 jam di stasiun, mendingan buat jalan-jalan. Hehe... Kita putuskan untuk menuju Pantai Alam Indah Tegal (PAI Tegal). Sebelumnya aku udah browsing di Google nyari info tentang pantai ini, jadi aku udah bilang ke keluargaku kalo ke Tegal, nanti ke Pantai Alam Indah aja, soalnya lihat gambar-gambarnya di Google pemandangannya bagus. Jarak Pantai Alam Indah sendiri dari Stasiun Tegal nggak begitu jauh, sekitar 2,5 km sebelah utara Stasiun Tegal. Untuk menuju Pantai Alam Indah dari Stasiun Tegal bisa dengan jalan kaki kalo nggak mau mengeluarkan biaya, toh pantainya juga nggak jauh-jauh amat dari Stasiun Tegal. Tapi kalo nggak mau capek, bisa naik becak atau taksi yang ada di area Stasiun Tegal. Kalo pengen murah sih ya naik becak, ongkosnya sekitar Rp 20 ribu. Kalo kita pintar menawar, malah bisa dapat harga yang lebih murah lagi, tapi ya nawarnya jangan kebangetan.

Kita akhirnya memutuskan untuk naik becak ke Pantai Alam Indahnya; kita menyewa 2 becak, 1 becak dinaiki aku sama mamaku dan 1 becaknya lagi dinaiki papa sama adikku. Oh ya, setelah tawar-menawar, akhirnya kita dapat harga Rp 10 ribu lho buat 1 becaknya, jadi 2 becak cuma bayar Rp 20 ribu. Murah kan? Hehe... Di tengah jalan, hampir aja becak yang dinaiki papa sama adikku tertabrak mobil. Jadi ceritanya tuh kita berhenti di perempatan sebelah utara Stasiun Tegal karena traffic light-nya menyala merah. Setelah traffic light-nya menunjukkan warna hijau, akhirnya becak kembali berjalan. Tapi sampai di tengah-tengah perempatan, tiba-tiba dari arah barat ada mobil yang melaju cukup kencang karena kebetulan traffic light dari arah barat udah hijau. Mobil itu hampir menabrak becak yang dinaiki papa sama adikku. Untungnya si pengemudi mobil mampu mengendalikan mobilnya, jadi nggak menabrak becak yang dinaiki papa sama adikku. Puji Tuhan, kita masih diberi keselamatan.

Sampai di pintu masuk Pantai Alam Indah, kita diharuskan membayar tiket masuk, per orangnya Rp 2.500, jadi 4 orang Rp 10 ribu. Murah bangetlah tiket masuknya.

Turun dari becak, kita menuju ke pantai. Dan apa yang aku lihat ternyata berbeda 180 derajat dari apa yang aku lihat di Google. Pantai Alam Indah ini kesannya kumuh dan nggak terurus dengan baik, sungguh tak seindah namanya, Alam Indah (maaf, bukan maksudku menjelek-jelekkan, tapi ini penilaianku secara objektif. Cieehh... bahasanya). Kita kecewa banget deh, karena pemandangan Pantai Alam Indah nggak seperti yang ada di internet. Tapi aku mikirnya, ya nggak apa-apalah, itung-itung buat pengalaman, karena pengalaman itu adalah guru yang baik dan mahal harganya. Cieehh... sok bijak banget aku. Hahaha...

Pemandangan Pantai Alam Indah Tegal (PAI Tegal)

Di Pantai Alam Indah ini, kita mengalami kejadian yang menurutku kurang mengenakkan. Jadi waktu itu kita lagi asyik-asyik duduk di kursi yang ada di sekitar pantai sambil menikmati pemandangan. Tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya yang mendatangi kita. Dia bertanya pada kita mau pesan makanan apa, lalu kita bilang aja kalo kita nggak pesan apa-apa. Lalu si ibu itu bilang kalo kursi ini adalah bagian dari warung miliknya, dia juga bilang nggak apa-apa kalo nggak pesan makanan tapi harus bayar sewa tempat duduk. Kita diharuskan membayar Rp 10 ribu untuk sewa tempat duduk. Ya sudahlah, akhirnya kita bayar Rp 10 ribu. Si ibu itu akhirnya pergi.

Setelah puas menikmati pemandangan Pantai Alam Indah, pukul 13.30 kita bersiap untuk kembali ke Stasiun Tegal. Sebelum kembali ke Stasiun Tegal, aku sempatkan dulu buat berfoto di dekat pesawat bekasnya TNI-AL yang dijadikan monumen di kawasan Pantai Alam Indah.

Narsis di dekat pesawat bekasnya TNI-AL

Setelah puas, kita kembali ke Stasiun Tegal dengan naik becak. Kali ini kita dapat harga lebih murah lagi, yakni Rp 15 ribu buat 2 becak. Sesampainya di Stasiun Tegal, kita nggak langsung masuk ke stasiun karena masih ada waktu sekitar 3 jam sebelum balik ke Semarang. Kita putuskan untuk mencari makan siang di sekitar Stasiun Tegal. Setelah nyari-nyari tempat makan siang, akhirnya kita memilih makan siang di rumah makan Padang yang ada di dekat Stasiun Tegal. Siang itu Tegal diguyur hujan deras. Untung aja kita udah balik dari pantai.

Pukul 15.00, kami  masuk ke stasiun. Di Stasiun Tegal ini, sistem cetak tiketnya sama seperti di Stasiun Poncol Semarang, yakni dilakukan lewat mesin cetak tiket mandiri (CTM). Cukup praktis! Pemeriksaan tiket dan KTP di Stasiun Tegal hanya dilakukan sekali. Setelah selesai pemeriksaan, kita menuju ruang tunggu untuk menunggu kereta yang akan membawa kita kembali ke Semarang. Bye-bye Tegal, see you next time!

Pukul 16.45, KA Kaligung tujuan Semarang datang, dan para penumpang dipersilakan masuk kereta. Kali ini kita nggak salah tempat duduk lagi. Haha... Lagi-lagi kereta berangkat tepat waktu, pukul 17.05, sesuai yang tertera di tiket. Perjalanan pulang diiringi dengan hujan deras. Di tengah perjalanan, kereta sempat mengalami insiden, yakni kaca kereta di gerbong yang aku naiki dilempar batu oleh orang tak dikenal. Pikirku, pelakunya pasti orang sakit jiwa, hujan-hujan gini kok ya sempat-sempatnya melempari kaca kereta dengan batu, kurang kerjaan banget! Untungnya kaca kereta nggak pecah, dan nggak ada yang terluka.

Perjalanan pulang Semarang diguyur hujan deras

KA Kaligung dari Tegal ini berhenti di beberapa stasiun, yakni Stasiun Pemalang, Stasiun Pekalongan, Stasiun Weleri, dan stasiun akhir yakni Stasiun Poncol Semarang. Pukul 19.25, kereta tiba di Stasiun Poncol Semarang. Ini lebih awal 1 menit dari yang tertera di tiket, yakni 19.26. Mantap dah kereta Kaligung ini. Dari berangkat sampai pulang selalu tepat waktu.

Selesai sudah perjalanan Semarang-Tegal-PP dengan KA Kaligung. Benar-benar pengalaman yang mengesankan, meski sempat diwarnai dengan kejadian yang tak mengenakkan. Haha... Tapi overall puas banget. Ke depannya aku pengen mencoba KA Argo Bromo Semarang-Surabaya. Hehe... Amin. Sampai jumpa di jalan-jalan berikutnya! Arigatou gozaimasu!