Rabu, 09 November 2016

Cara Mengurus Kartu ATM Mandiri yang Tertelan Mesin ATM

Beberapa waktu yang lalu, saya mengalami kejadian yang tak mengenakkan, yakni kartu ATM Mandiri saya tertelan mesin ATM. Panik, sedih, jengkel, semua campur jadi satu. Bagi Anda yang mengalami kejadian yang sama seperti saya, tak usah panik. Berikut saya jelaskan cara mengurus kartu ATM Mandiri yang tertelan mesin ATM.
  1. Bila kartu ATM Mandiri Anda tertelan mesin ATM, segera hubungi call center Mandiri di nomor 14000 untuk dilakukan pemblokiran kartu ATM. Ikuti saja petunjuk dari operatornya.
  2. Setelah menghubungi call center Mandiri, segera datang ke Bank Mandiri cabang terdekat. Anda tidak harus mengurus di Bank Mandiri tempat Anda membuka rekening, tapi bisa di Bank Mandiri mana saja.
  3. Setelah tiba di Bank Mandiri, di situ biasanya kita akan disambut oleh petugas security. Bilang saja pada petugas security-nya mau mengurus penggantian kartu ATM yang tertelan, maka petugas security akan memberikan nomor antrean dan juga formulir yang harus diisi.
  4. Isi formulir yang diberikan, dan jangan lupa siapkan buku tabungan dan juga KTP Anda. Setelah Anda selesai mengisi formulir, tunggu hingga nomor antrean Anda dipanggil oleh customer service.
  5. Setelah Anda dipanggil, katakan tujuan Anda pada CS, serahkan formulir, buku tabungan, dan KTP Anda. Anda akan diminta menandatangani formulir dan membayar biaya materai sebesar Rp 6.000,-. Setelah itu, CS akan mengurus penggantian kartu ATM Anda.
  6. Setelah CS memberikan kartu ATM yang baru, Anda bisa menuju ke bagian teller untuk pembuatan PIN. Masukkan 6 digit PIN (untuk Bank Mandiri, PIN-nya 6 digit). Setelah Anda selesai membuat PIN, kartu ATM Anda akan dapat digunakan beberapa menit kemudian. Selesai!
Itu dia cara mengurus kartu ATM Mandiri yang tertelan mesin ATM. Cukup gampang bukan? Jadi, tak usah panik jika kartu ATM Mandiri Anda tertelan mesin ATM. Namun, tentunya kita berharap kejadian kartu ATM tertelan tidak terjadi. Tapi yang namanya apes, siapa yang tahu datangnya? Hehe...

Selasa, 08 November 2016

Pengalaman Unik Mendaki Gunung Ungaran: Karena Salah Jalur, Akhirnya Kami "Nyasar" Sampai Puncak

Hai semua, kali ini aku mau menceritakan pengalaman unikku mendaki Gunung Ungaran pada hari Minggu, 6 November 2016 kemarin. Mungkin setelah membaca judul tulisanku ini, beberapa dari kalian mungkin bertanya-tanya: "Kok bisa sih salah jalur terus nyasar sampai di puncak? Bukannya kalo naik gunung itu tujuannya adalah puncak?" Oke, biar nggak pada penasaran, aku akan menceritakan kronologinya sedetail mungkin (ceileh, bahasanya!).

Jadi, beberapa hari sebelumnya, teman-teman dari TUC (Terong Ungu Community) sudah merencanakan untuk trekking ke kebun teh Promasan yang ada di Gunung Ungaran. Akhirnya disepakati trekking-nya Minggu, 6 November 2016. Karena kebetulan aku juga nggak ada acara hari itu, akhirnya aku ikut saja.

Minggu pagi, pukul 06.30 WIB, aku bersama beberapa teman TUC sudah berkumpul di rumah salah satu anggota TUC. Sebenarnya kami mau berangkat jam 6 pagi. Tapi berhubung salah satu anggota bisanya berangkat jam 7, akhirnya waktu berangkatnya pun molor karena kami harus menunggu dia.

Sudah hampir satu jam menunggu, tapi orang yang ditunggu pun tak kunjung datang. Kami memutuskan untuk berangkat duluan, biarlah teman kami itu menyusul. Hampir saja kami mau berangkat, orang yang ditunggu pun akhirnya muncul. Nggak jadi ditinggal deh. Haha... Akhirnya kami berangkat sekitar jam setengah 8-an.

Kami berangkat menuju Pos Mawar yang ada di Kabupaten Semarang, tepatnya di kawasan Sidomukti. Kami memilih jalur Pos Mawar karena jalur ini yang paling banyak dilalui oleh para pendaki Gunung Ungaran. Jarak tempat tinggal kami ke Pos Mawar sekitar 30 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam.

Kami bersyukur karena cuaca pagi itu sangat cerah, dan berharap nanti tidak hujan pas trekking di Promasan-nya.

Pukul 09.30 WIB, kami berlima (kami waktu itu berlima) akhirnya sampai di Pos Mawar. Sebelum melakukan pendakian, kami diharuskan registrasi dulu dengan membayar biaya registrasi Rp 5.000,- per orang dan biaya parkir motor Rp 3.500,-.

Setelah memarkir motor, kami pun bersiap melakukan petualangan. Nah, di sinilah pengalaman uniknya dimulai.

Untuk menuju kebun teh Promasan, harusnya kami mengikuti petunjuk menuju Puncak Ungaran. Karena kami tidak memperhatikan petunjuk, akhirnya kami asal ambil jalur saja. Dari parkiran motor, kami belok ke kiri ke jalur pendakian yang jalurnya naik terus. Padahal kalo mau ke Promasan harusnya dari parkiran motor masih lurus terus ke arah timur, mengikuti petunjuk ke kebun teh Promasan dan Puncak Ungaran.

Awalnya kami nggak sadar kalo kami salah jalur, dan dengan pede-nya jalan terus. Kami baru sadar kalo kami salah jalur setelah jauh dari Pos Mawar, karena selama perjalanan kami tidak menjumpai satu pun pendaki yang naik maupun yang turun dari puncak. Benar-benar nggak ada satu pun pendaki lain, kecuali kami berlima. Dan yang menambah keyakinan kami bahwa kami salah jalur adalah jalurnya menanjak terus dan cukup terjal. Padahal dulu waktu ke Promasan (juga melalui Pos Mawar), jalurnya nggak seterjal ini. Sebelumnya kami memang sudah pernah ke Promasan via Pos Mawar; tapi berhubung sudah agak lama, jadi kami lupa. Hehe...  

Kami salah jalur

Karena sudah telanjur dan terlalu jauh berjalan, akhirnya kami putuskan untuk tetap naik. Capek juga kalo harus balik turun lagi. Medan yang kami lalui cukup berat. Selain itu, jalannya licin dan juga keadaan tanahnya lendut. Kita harus ekstra hati-hati, kalo tidak, bisa-bisa kita terperosok.

Jalur yang kami ambil ini benar-benar sepi, kami tidak menjumpai satu pun pendaki. Hanya saja, kami sering menemui bungkus makanan dan botol minuman, yang menandakan bahwa jalur ini pernah dilalui oleh para pendaki. 

Sudah sekitar 2 jam pendakian, tapi kami belum juga sampai ke tujuan kami. Awalnya kami berpikir jalur ini juga bisa tembus ke kebun teh Promasan. Tapi sudah 2 jam kok belum sampai-sampai. Aku pun berkelakar pada yang lain: "Wah, jangan-jangan ini jalur langsung menuju puncak." Yang lain pun juga sepemikiran sama aku. Mau balik lagi ke Pos Mawar pun rasanya kok sayang banget, nanggung! Kami tetap... naik-naik ke puncak gunung (malah nyanyi!).

Dengan berbekal insting (wuih, gayanya, pake insting segala. Haha), kami pun mengikuti jalan setapak yang ada. Benar saja, satu jam kemudian, sekitar pukul 12.30, kita benar-benar sampai di puncak. Berarti candaanku tadi memang nggak salah. Hahay...  

Karena salah jalur, akhirnya kami "nyasar" sampai puncak

Kami tidak berada di Puncak Ungaran, tapi kami berada di puncak lain dari Gunung Ungaran. Sebagai informasi saja, Gunung Ungaran ini memiliki tiga puncak, yakni Puncak Ungaran, yang merupakan puncak tertinggi, Puncak Botak, dan Puncak Gendol. Dan kemungkinan yang kami injak ini adalah Puncak Gendol (waktu itu kami belum tahu nama puncak di mana kita berada, karena memang nggak ada petunjuk atau papan informasi sama sekali). Mungkin kalian bertanya, kok bisa yakin kalo itu puncak? Kami yakin kalo kami sudah sampai puncak karena kami melihat tanaman edelweis di tempat itu. Tanaman edelweis sendiri hanya bisa tumbuh optimal pada ketinggian sekitar 2000 hingga 3000 meter di atas permukaan laut; sementara Gunung Ungaran memiliki ketinggian 2050 MDPL. Dari puncak ini, kami bisa melihat dua puncak lainnya dengan jelas, dan kami yakin itu adalah Puncak Botak dan Puncak Ungaran. Jarak ketiga puncak pun sebenarnya tidak begitu jauh, hanya dipisahkan beberapa meter oleh jurang.

Puncak Botak dilihat dari Puncak Gendol

Berhubung sudah lapar, kami putuskan untuk makan siang di puncak. Setelah makan siang, istirahat sebentar lalu kami kembali turun. Saat turun ini, kita harus ekstra hati-hati karena turunannya sangat curam dan juga licin. Selain itu, kanan-kiri adalah jurang. Bila kita tidak hati-hati, bisa-bisa kita jatuh terperosok. Ngeri juga membayangkannya. Selama perjalanan turun, kami beberapa kali terpeleset.

Sekitar pukul 15.00, akhirnya kami sampai lagi di basecamp Mawar. Selesai sudah petualangan di Gunung Ungaran! Kami pun segera ambil motor, lalu pulang menuju rumah kami masing-masing yang ada di kota Semarang.

Itulah pengalaman kami mendaki Gunung Ungaran beberapa waktu yang lalu. Seru, unik, lucu, dan tak terduga. Karena kami salah jalur, akhirnya kami "nyasar" sampai puncak, padahal tujuan kami sebenarnya bukan ke puncak, melainkan ke kebun teh Promasan. Benar-benar pengalaman yang mengesankan! Hehe... 
      

Selasa, 01 November 2016

Tahun 2016 Akan Segera Berakhir

Tak terasa sudah memasuki bulan November, dan sebentar lagi tahun 2016 akan segera berakhir, tergantikan oleh tahun 2017. Satu tahun yang sangat singkat (menurutku).

Di tahun 2016 ini, banyak sekali cerita yang aku alami, baik cerita membahagiakan maupun cerita menyedihkan. Dan puji Tuhan, beberapa impianku terwujud di tahun 2016 ini. 

Well, tahun 2016 tinggal 2 bulan lagi. Mau tak mau, aku harus mengucapkan selamat tinggal pada tahun 2016, dan berterima kasih untuk cerita-cerita yang diberikan. Dan semoga di tahun mendatang, aku bisa menjadi lebih baik lagi, dan apa yang belum terwujud di tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya, bisa terwujud di tahun-tahun berikutnya. Amin!    

Senin, 24 Oktober 2016

Pengalaman Naik Bus Bejeu dari Tangerang ke Semarang

Pengalaman ini sebenarnya udah agak lama, udah hampir setahun, tapi nggak ada salahnya untuk aku ceritakan, sekalian buat nostalgila. Haha...

Cerita ini masih ada hubungannya sama tulisan pertama dan keduaku di blog yang tentang liburan ke Jakarta pas libur Natal 2015 kemarin. So, mari langsung ke cerita!

Jadi, setelah 3 hari di Jakarta, akhirnya tiba saatnya aku untuk balik ke Semarang. Kali ini aku nggak naik pesawat seperti pas berangkatnya ke Jakarta, tapi naik bus. Kok naik bus sih? Iya, soalnya kalo pergi-pulang naik pesawat, duitnya nggak cukup. Hahaha...

Bus yang aku naiki kali ini adalah Bejeu. Tiket bus udah aku pesan jauh-jauh hari sebelum ke Jakarta via online. Jadi pas mendekati hari keberangkatan, nggak perlu pusing lagi mikirin masalah tiket.

Ini tiket busnya

Bus berangkat dari Terminal Poris, Tangerang pukul 14.30 WIB, dan setengah jam sebelumnya, para penumpang diharapkan udah berkumpul di terminal. Pukul 13.00, aku udah keluar dari kost temanku. Setelah pamitan sama temanku, aku segera memanggil ojek untuk mengantarkanku ke Terminal Poris. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya ojeknya datang. Jarak kost temanku ke Terminal Poris sekitar 10 kilometer. 20 menit kemudian, aku sampai di Terminal Poris. Setelah membayar ongkos ojek, aku langsung masuk ke terminal. Ternyata bus yang akan aku naiki udah standby di terminal, langsung aja aku masuk ke dalam bus. Oh ya, Bejeu yang aku naiki ini berbalut bodi Scorpion King bikinan karoseri Tentrem dengan sasis Golden Dragon. Wah, mantap nih dapat bus bersasis Golden Dragon. Seringnya kalo naik bus dapatnya yang sasis Mercedes Benz atau Hino. Kali ini dapat kesempatan buat merasakan sasis Golden Dragon. Hehe...   

Bus Bejeu yang akan aku naiki udah standby di terminal (hayo, tebak mana bis yang aku naiki?)

Pas aku masuk ke dalam bus, aku melihat seat-nya Bejeu ini cukup lega dan nyaman, dengan konfigurasi seat 2-2 dan jumlah seat-nya 32. Yang bikin aku senang adalah aku dapat hot seat alias seat paling depan, persis di belakang sopir. Batinku, nggak salah dah aku naik Bejeu. Hahaha... Norak!

Interiornya Bejeu. Seat-nya lega dan nyaman

Sembari menunggu bus berangkat, aku sempatkan buat foto-foto. Oh ya, di bus Bejeu ini juga menyediakan fasilitas wi-fi gratis lho, sangat membantu sekali buat yang ingin online. Selain itu, bus juga menyediakan fasilitas coffee maker dan popmie gratis. Lumayanlah buat anget-anget. Hehe...

Pukul 14.30, bus mulai berangkat meninggalkan Terminal Poris. Bye bye Poris! Waktu berangkat dari Terminal Poris, penumpang bus masih sedikit, seat sebelahku pun masih kosong (dalam hati sih aku senang seat sebelahku kosong, dan berharap bakalan kosong sampai Semarang. Haha). Bus awalnya berjalan pelan. Bus berjalan menyusuri Jalan Benteng Betawi, lalu Jalan Jenderal Sudirman, dan kemudian Jalan Daan Mogot. Lalu lintas siang itu padat merayap, jadi bus nggak bisa ngejos larinya. Memasuki Jakarta, bus berhenti di Terminal Kalideres, Jakarta Barat untuk menaikkan beberapa penumpang, dan akhirnya sebelahku ada yang menduduki. Kirain sebelahku bakalan kosong sampai Semarang, ternyata ada orangnya toh. Kecewa deh gue! Haha... Bus berhenti di Terminal Kalideres kurang lebih 15 menit, setelah itu melanjutkan perjalanan lagi.

Perhentian berikutnya adalah Terminal Grogol, Jakarta Barat. Di sini, bus berhenti lumayan lama, sekitar 30 menitan. Banyak penumpang yang naik dari Terminal Grogol, dan membuat keadaan bus full penumpang.

Setelah berhenti lumayan lama di Terminal Grogol, akhirnya bus kembali melaju. Kali ini bus nggak berhenti-berhenti lagi di terminal (ya iyalah, orang udah penuh penumpangnya). Kru bus mulai membagikan snack dan air mineral botol. Lumayan buat mengganjal perut.

Dapat roti sama air mineral botol. Lumayan buat mengganjal perut

Bus melewati tol dalam kota Jakarta. Di tol dalam kota, bus sempat terjebak kemacetan parah. Maklumlah, sore hari kan jamnya orang pada balik kerja. Batinku, "Wah, bisa-bisa keluar Jakartanya jam 12 malam nih." Heheh...

Terjebak kemacetan di tol dalam kota Jakarta

Akhirnya sekitar pukul 19.00, bus baru bisa keluar Jakarta. Bus berjalan menyusuri jalan tol Jakarta-Cikampek dengan kecepatan sedang. Air suspension bus pun sangat terasa, membuat aku nyaman dalam bus, serasa kayak "hotel berjalan". Saat berada di jalan bergelombang pun, goncangan tidak akan terasa berkat kerja dari air suspension ini. Benar-benar nyaman dah!

Memasuki Cikampek, bus nggak keluar untuk lewat jalan biasa, tapi lurus terus lewat jalan tol Cipali. Dalam hati, aku bersorak-sorai karena akhirnya bisa merasakan lewat jalan tol yang katanya merupakan jalan tol terpanjang di Indonesia.

Jam menunjukkan pukul 21.00, tapi bus belum juga berhenti di rumah makan buat menyervis para penumpangnya makan malam. Kirain bus bakal berhenti di rest area tol Cipali buat menyervis para penumpangnya, tapi ternyata malah jalan terus. Duh, mana perutku udah lapar lagi. Ternyata roti dari kru bus tadi nggak cukup buat mengganjal perut. Pengen rasanya aku bilang ke sopirnya, "Pak, berhenti buat makan dong, pak! Perutku udah lapar nih." Tapi akhirnya kuurungkan niatku itu. Haha...

Memasuki daerah Cirebon, hujan deras pun turun. Bus juga masih jalan terus, nggak berhenti buat makan malam. "Nih makan malamnya di mana sih? Kok nggak berhenti-berhenti?" Protesku, tentunya dalam hati. Heheh... Bahkan ketika udah memasuki Jawa Tengah pun, bus masih belum berhenti. Oalah, pye to iki? Inyonge wis ngelih banget iki. Hiks...

Sekitar pukul 23.00, akhirnya bus memasuki Rumah Makan Kedung Roso yang ada di daerah Brebes. Yeaahh... Akhirnya aku bersorak-sorai; cacing di dalam perut pun juga ikut senang. Haha... Tapi pas mau turun ternyata di luar hujan deras. Busnya pun parkirnya juga agak jauh dari rumah makannya, masak ya aku mau hujan-hujanan? Penumpang yang lain pun juga banyak yang nggak turun, cuma kru bus dan beberapa penumpang aja yang turun. Berhubung aku udah lapar stadium akut, akhirnya aku nekat aja hujan-hujanan.

Sampai di dalam ternyata makanannya udah habis-habisan; aku hanya kebagian nasi, mie goreng, dan ayam goreng. Minumnya pun cuma air mineral dalam kemasan, soalnya tehnya udah habis. Duh, nasib! Tapi ya nggak apa-apalah, penting makan.

Setelah selesai makan, aku segera kembali ke bus. Pukul 23.45, bus kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini sopirnya ganti sopir kedua. Sopir kedua ini jos juga bawa busnya. Berhubung mataku udah ngantuk berat habis makan, akhirnya aku putuskan untuk bobok imut.

Bangun-bangun ketika bus sedang berhenti karena terjebak kemacetan parah. Lihat jam di layar handphone ternyata jam 02.15. Aku nggak tau udah sampai mana, langsung aku buka Google Maps buat lihat lokasi. Ternyata udah sampai Batang. Bus berjalan pelan karena jalannya macet. Aku kira ada kecelakaan, ternyata ada perbaikan jalan.

Setelah beberapa menit bangun, akhirnya aku tidur lagi. Bangun-bangun lihat jam lagi ternyata udah jam 03.45. Pas lihat ke luar ternyata udah sampai di jalan lingkar Kaliwungu, Kendal. "Wah, bentar lagi mau turun nih," batinku. Aku nggak melanjutkan tidur karena sebentar lagi mau turun. Kalo tidur, bisa-bisa aku kebablasan sampai Jepara. Haha...  

Pukul 04.30, akhirnya bus sampai di daerah Krapyak, Semarang. Aku dan beberapa penumpang pun turun. Tak lupa aku ucapkan terima kasih pada kru bus yang telah mengantarkanku pulang ke Semarang dengan selamat. Terima kasih Bejeu!

Well, itulah pengalamanku naik Bejeu dari Tangerang ke Semarang. Overall, sangat puas! Walaupun servis makannya kalo dari arah barat lumayan jauh di daerah Brebes, tapi itu nggak bikin aku kapok naik Bejeu. Semoga ke depannya aku bisa merasakan naik Bejeu lagi. Amin!       


     

  

Jumat, 14 Oktober 2016

Tempat-tempat yang Wajib Dikunjungi ketika Berkunjung ke Kota Yogyakarta

Anda punya rencana untuk berkunjung atau berlibur ke kota Yogyakarta? Berikut akan saya beri referensi tempat-tempat menarik yang wajib Anda kunjungi ketika berada di kota Yogyakarta.

1. Kawasan Malioboro
Siapa yang tak tahu Malioboro? Ya, Malioboro sangat terkenal di kalangan wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Bahkan ada yang berkata: "Belum ke Jogja kalau belum ke Malioboro." Pernyataan itu rasanya tidaklah berlebihan, karena Malioboro adalah ikonnya kota Yogyakarta. Kawasan Malioboro ini membentang sepanjang kurang lebih 2,5 km, dari Tugu Jogja hingga Titik Nol Kilometer Jogja.

Sumber: Google
Kawasan Malioboro


Sumber: Foto pribadi
Kawasan Malioboro pada malam hari

Di kawasan Malioboro ini, Anda bisa menemukan banyak toko dan pedagang kaki lima yang menjual berbagai macam barang, mulai dari cinderamata khas Jogja hingga pakaian. Harga yang ditawarkan pun bervariasi. Saran saya, bila Anda membeli barang di pedagang kaki lima, Anda harus pintar-pintar menawar agar Anda bisa mendapatkan harga yang murah.
Menjelang malam hari, kawasan Malioboro akan ramai dengan pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai macam kuliner. Anda bisa memilih sesuai selera dan kantong Anda.
Di kawasan Malioboro juga terdapat tempat-tempat bersejarah, seperti Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Umum 1 Maret.
Untuk menyusuri kawasan Malioboro, Anda bisa berjalan kaki, atau jika Anda tidak ingin jalan kaki, Anda bisa naik andong atau becak yang ada di kawasan Malioboro, dan sebaiknya Anda menawar terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk naik.

2. Titik Nol Kilometer Jogja
Letaknya masih di kawasan Malioboro, tepatnya di sebelah selatan Malioboro. Ini merupakan tempat nongkrongnya orang-orang dari segala usia, mulai dari yang muda hingga yang tua. Di Titik Nol Kilometer ini terdapat beberapa bangunan bersejarah, yakni Kantor Pos Besar, gedung BNI 46, Benteng Vredeburg, Gedung Agung, dan juga terdapat Monumen Serangan Umum 1 Maret.
Bila malam hari, di Titik Nol ini ramai dengan orang-orang yang nongkrong. Anda bisa duduk bersantai sambil menikmati suasana malam pusat kota Jogja. Bagi Anda yang suka foto-foto, tempat ini sangat cocok sekali untuk Anda berfoto-foto ria karena memiliki background yang bagus, apalagi pada malam hari, akan terlihat indah dengan cahaya lampu berwarna kuning.

Sumber: Google
Titik Nol Kilometer Jogja

Anda tidak akan dikenakan retribusi untuk menikmati suasana di Titik Nol Kilometer ini. Anda hanya akan dikenakan tarif parkir apabila Anda membawa kendaraan pribadi. 

3. Taman Sari Jogja
Taman Sari merupakan situs bekas taman Keraton Yogyakarta yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I (1758-1765). Taman Sari ini letaknya tidak jauh dari Keraton Yogyakarta, kurang lebih 1 kilometer, dan tidak jauh dari Alun-alun Selatan.
Taman sari ini mempunyai 57 bangunan yang terdiri dari kompleks kolam pemandian, danau buatan, pulau buatan, jembatan gantung, kanal air, taman, lorong bawah tanah, serta beberapa bangunan dengan arsitektur Eropa, Cina, Jawa, Hindu, Buddha, dan Islam.

Sumber: Foto pribadi
Kompleks kolam pemandian Taman Sari Jogja

Sumber: Foto pribadi
Lorong bawah tanah Taman Sari Jogja

Untuk masuk Taman Sari ini, kita akan dikenakan harga tiket masuk sebesar Rp 3.000,- untuk wisatawan lokal dan Rp 7.000,- untuk wisatawan asing. Selain itu, di tempat ini juga menawarkan jasa pemandu untuk mengitari kompleks Taman Sari. Para pemandu itu tidak mematok tarif, Anda bisa memberi sukarela. Untuk jam bukanya sendiri, Taman Sari buka pukul 08.00-14.00
Untuk menuju Taman Sari, bila Anda dari Malioboro, Anda bisa menuju ke selatan menuju ke Alun-alun Utara. Setelah itu belok kanan, ambil jalan sebelah barat alun-alun hingga Anda sampai di perempatan pertama lalu belok kiri. Ikuti terus jalan tersebut.  

4. Alun-alun Selatan (Alun-alun Kidul/Alkid) Yogyakarta
Alun-alun Selatan (Alun-alun Kidul/Alkid) Yogyakarta ini letaknya di sebelah selatan Keraton Yogyakarta. Yang menjadi salah satu ciri khas di Alun-alun Kidul ini adalah adanya pohon beringin kembar yang terletak di tengah alun-alun. Di sini ada sebuah ritual yang dinamakan ritual laku masangin, yakni ritual berjalan melewati celah beringin kembar itu dengan mata tertutup. Konon, katanya, orang-orang yang berhasil melewati celah itu, berarti hatinya bersih dan keinginannya akan terkabul. Anda boleh saja memercayainya, dan boleh saja tidak. Bagaimana, apakah Anda tertarik untuk mencobanya?   

Sumber: Google
Pohon beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta

Menjelang malam hari, Alun-alun Kidul akan semakin ramai pengunjung. Warung-warung makan pun juga mulai buka. Di sini Anda juga bisa menyewa kendaraan atau becak kayuh yang dihiasi lampu-lampu. Harga sewanya sekitar Rp 15 ribu hingga Rp 30 ribu untuk 2 kali putaran. Bila Anda pintar menawar, bukan tidak mungkin Anda akan mendapatkan harga yang lebih murah lagi.

Sumber: Google
Becak lampu di Alun-alun Kidul Yogyakarta

Untuk menuju Alun-alun Kidul, bila Anda dari arah Malioboro, ambil saja rute yang sama seperti menuju Taman Sari, karena letak kedua tempat itu tidaklah jauh.

Itulah tempat-tempat menarik di Yogyakarta yang wajib Anda kunjungi ketika berada di Yogyakarta. Sebenarnya masih banyak lagi tempat menarik di Yogyakarta yang bisa Anda kunjungi. Anda bisa mencarinya di Google. Untuk menuju Yogyakarta pun tidaklah sulit, bagi Anda yang tidak membawa kendaraan pribadi, ada banyak pilihan transportasi umum yang bisa Anda gunakan, seperti bus, kereta api, dan pesawat terbang.

Well, selamat berkunjung ke Yogyakarta! 
    




Sabtu, 01 Oktober 2016

Tempat-tempat yang Wajib Dikunjungi ketika Berkunjung ke Semarang

Bagi Anda yang berasal dari luar kota Semarang dan ingin mengunjungi Semarang, entah untuk berlibur atau untuk kepentingan lain, berikut ini saya berikan referensi tempat-tempat yang wajib dikunjungi saat  Anda berada di Semarang.

1. Lawang Sewu
Sumber foto: Google
Gedung Lawang Sewu dilihat dari Tugu Muda

Siapa yang tak tahu Lawang Sewu? Bangunan ini merupakan bangunan terkenal di kota Semarang, dan merupakan bangunan bersejarah karena dibangun pada masa penjajahan Belanda, yakni pada tahun 1904 dan selesai tahun 1907. Lawang Sewu menyimpan berbagai cerita mistis, bahkan Lawang Sewu menjadi salah satu bangunan paling angker di Indonesia. Namun, di balik keangkeran Lawang Sewu, tempat ini menjadi salah satu objek wisata yang wajib Anda kunjungi saat berada di Semarang. 
Letak Lawang Sewu ini persis dekat Tugu Muda dan Museum Mandala Bakti. Jam bukanya adalah jam 7 pagi hingga jam 9 malam, dengan harga tiket masuk (HTM) Rp 10.000,- untuk dewasa dan Rp 5.000,- untuk anak-anak umur 3-12 tahun dan juga pelajar. Jika Anda termasuk pemberani, datanglah ke Lawang Sewu pada malam hari. Disarankan untuk menyewa jasa guide agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Bagaimana, berani datang ke Lawang Sewu pada malam hari? Hehe.

2. Kawasan Kota Lama
Disebut juga The Little Netherlands, karena bangunan-bangunannya mirip dengan yang ada di Belanda. Ya, di kawasan Kota Lama ini banyak sekali bangunan peninggalan Belanda. Salah satu bangunan yang terkenal adalah Gereja Blenduk. Ini merupakan gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun pada tahun 1753. Salah satu keunikan Gereja Blenduk adalah pada kubahnya yang berbentuk setengah lingkaran, orang-orang setempat menyebutnya "blenduk".
Sumber foto: Foto pribadi 
Gereja Blenduk di kawasan Kota Lama, Semarang

Kawasan Kota Lama ini merupakan spot favorit bagi para pecinta fotografi. Bagi Anda yang suka fotografi, maka Kota Lama cocok untuk menyalurkan hobi fotografi Anda. 

3. Kawasan Simpang Lima
Ini dia pusatnya kota Semarang. Ya, Simpang Lima merupakan pusat atau jantungnya kota Semarang. Disebut Simpang Lima karena merupakan pertemuan dari lima jalan, yakni Jl. Pahlawan, Jl. Pandanaran, Jl. Gajah Mada, Jl. Ahmad Dahlan, dan Jl. Ahmad Yani. Di kawasan Simpang Lima ini terdapat sebuah lapangan besar yang dinamakan Lapangan Pancasila. Selain itu juga terdapat 2 pusat perbelanjaan ternama, yakni Mal Ciputra dan Plasa Simpang Lima. Antara 2 pusat perbelanjaan itu dihubungkan oleh jembatan penghubung, jadi Anda bisa mengunjungi 2 pusat perbelanjaan sekaligus tanpa harus naik kendaraan. Di kawasan Simpang Lima juga terdapat sebuah masjid, yakni Masjid Raya Baiturrahman Semarang. Ini merupakan masjid terbesar kedua di Semarang setelah Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).
Sumber foto: Foto pribadi
Kawasan Simpang Lima, Semarang

Bila malam hari, di Lapangan Simpang Lima ini sangat ramai pengunjung, apalagi kalau malam Minggu. Di sini juga terdapat penyewaan sepeda dan becak berhias lampu. Harga sewanya sekitar Rp 35 ribu untuk becak lampu (sekali putaran) dan Rp 25 ribu untuk sepeda (selama 30 menit). Namun, bila Anda pintar menawar, Anda mungkin bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Untuk kuliner, tak usah khawatir, karena di kawasan Simpang Lima ini banyak sekali warung PKL yang menjajakan makanannya, Anda tinggal pilih mana yang sesuai selera Anda.

4. Vihara Buddhagaya Watugong
Vihara ini letaknya di Semarang Selatan, tepatnya di Jl. Perintis Kemerdekaan, Watugong. Tidak susah untuk mencari tempat ini, karena letaknya persis di pinggir jalan besar. Apabila kita dari arah Semarang mau ke Solo/Jogja, maka vihara ini letaknya di sebelah kiri jalan.
Vihara Buddhagaya Watugong ini diresmikan pada tahun 2006, dan oleh MURI dinyatakan sebagai vihara tertinggi di Indonesia dengan tinggi 45 meter dengan 7 tingkat. Di area vihara ini, kita juga bisa melihat patung Buddha tidur, jadi tak usah jauh-jauh ke Thailand kalau ingin melihat patung Buddha tidur. Hehe.
Sumber foto: Foto pribadi
Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watugong

Sumber foto: Google
Patung Buddha tidur di Vihara Buddhagaya Watugong

Untuk masuk ke Vihara Buddhagaya ini tidak dipungut biaya sama sekali, kita bisa memberi uang secara sukarela. Untuk jam bukanya mulai jam 07.00-21.00 WIB.

5. Pusat oleh-oleh khas Semarang di Jalan Pandanaran
Nah, berkunjung ke Semarang itu tidak lengkap kalau tidak membawa oleh-oleh khas Semarang. Bagi Anda yang ingin membeli oleh-oleh khas Semarang, Anda bisa mampir ke pusat oleh-oleh yang ada di Jalan Pandanaran. Letak Jalan Pandanaran sendiri tak jauh dari kawasan Simpang Lima, tepatnya di sebelah barat. Di sini banyak sekali toko yang menjual oleh-oleh khas Semarang, seperti bandeng presto, wingko babat, loenpia Semarang, dan masih banyak lagi makanan lain.   
  Sumber foto: Google
Pusat oleh-oleh khas Semarang di Jalan Pandanaran

Itu referensi tempat-tempat di Semarang yang wajib Anda kunjungi saat berkunjung ke Semarang. Sebenarnya masih banyak tempat atau objek wisata yang menarik di Semarang, Anda bisa search di Google. Masalah transportasi menuju dan dari Semarang tidak perlu khawatir, karena ada banyak pilihan transportasi. Bagi Anda yang tidak menggunakan kendaraan pribadi, Anda bisa menggunakan bus, pesawat terbang, kereta api, atau kapal, tergantung dari mana Anda berangkat.

Oke, selamat berkunjung ke Semarang! 

  
        
  

Selasa, 16 Agustus 2016

Menikmati Pesona Gunung Andong di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Wuaahh... udah lama nggak nge-blog. Hehe... Now, I'm back again on blog. Kali ini aku mau menceritakan pengalamanku mendaki Gunung Andong bersama teman-teman komunitas di TUC. Btw, apaan tuh TUC? TUC itu singkatan dari Terong Ungu Community (aneh yak namanya? Haha). Skip aja deh soal TUC, aku mau langsung cerita pengalamanku naik Gunung Andong. Pasti udah nggak sabar kan? Haha... pede banget. Yuk, langsung aja deh!

Buat yang belum tau Gunung Andong, aku kasih sedikit informasi soal Gunung Andong ya. Gunung Andong adalah sebuah gunung yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, letaknya bersebelahan sama Gunung Telomoyo. Gunung Andong ini memiliki ketinggian 1726 meter DPL (di atas permukaan laut). Jadi, untuk pendaki pemula, Gunung Andong sangat cocok dijadikan gunung pertama untuk didaki, karena tidak begitu tinggi. Dari Gunung Andong ini, kita bisa melihat beberapa gunung, seperti Gunung Telomoyo, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing. Apabila cuaca benar-benar cerah, pemandangan dari puncak Gunung Andong benar-benar eksotis.

Gunung Andong dilihat dari basecamp Sawit

Ini adalah kali kedua aku mendaki Gunung Andong. Sebelumnya aku udah pernah ke sini waktu libur Lebaran kemarin, tepatnya tanggal 11 Juli 2016. Dan pendakian yang kedua kalinya adalah tanggal 31 Juli 2016. Jadi, selang 20 hari dari pendakian yang pertama, aku kembali mendaki Gunung Andong. Hehe...

Kalo pada pendakian yang pertama, aku hanya bertiga (aku dan 2 anggota dari TUC), kali ini pada pendakian yang kedua, aku bertujuh (aku dan 6 anggota dari TUC). Aku dan teman-teman dari TUC udah janjian untuk ketemuan di basecamp Sawit. Maklum, kami berangkatnya nggak sama-sama, soalnya aku berangkat dari Jogja, sementara teman-temanku berangkat dari Semarang.

Aku berangkat dari Jogja jam setengah 6 pagi, begitupun teman-temanku juga berangkat jam setengah 6 pagi dari Semarang. Perjalanan dari Jogja menuju Gunung Andong, Kabupaten Magelang pagi itu nggak begitu padat, lalu lintasnya lancar.

Pukul 07.00, aku udah sampai di basecamp Sawit. Tak berselang lama, teman-teman dari TUC pun datang. Jadi, lama perjalanan kami hampir sama, yakni sekitar 1,5 jam. Sebelum mendaki, kami menuju ke pos registrasi dulu. Di situ kita diharuskan registrasi dan membayar tiket masuk Gunung Andong sebesar Rp 3.000,-/orang.

Setelah registrasi, kami nggak langsung mendaki, tapi bersantai dulu di basecamp. Beberapa dari kami menikmati sarapan. Baru sekitar jam setengah 8-an, kami mulai pendakian. Oh ya, lama pendakian dari basecamp sampai puncak kurang lebih 2 jam, itu pun kalo nggak banyak berhenti. Kalo banyak berhenti, bisa lebih dari 2 jam, bahkan bisa sehari semalam. Hahaha...


Bersama teman-teman TUC mendaki Gunung Andong

Sebenarnya ada 3 jalur pendakian Gunung Andong, yakni jalur via Dusun Sawit, jalur via Dusun Pendem, dan jalur via Dusun Gogik. Namun yang kami pilih adalah via Dusun Sawit. Jalur pendakian berupa tanah padat dan beberapa udah dibuat tangga dari kayu. Saat mendaki, kita hanya akan menemui 2 pos (pos 1 dan pos 2). Jarak pos 1 dan pos 2 pun nggak begitu jauh.

Sayang sekali, salah satu rekan kami bernama Aji nggak bisa ikut mendaki sampai puncak karena tiba-tiba kondisinya ngedrop, jadi kami hanya berenam, sementara Aji beristirahat di pos 2 sembari menunggu kami turun dari puncak.

Oh ya, perlu diketahui, meskipun Gunung Andong ini nggak begitu tinggi, namun tanjakannya lumayan curam. Hanya sedikit bagian yang landai, jadi kita harus tetap hati-hati saat mendaki Gunung Andong.

Sekitar pukul 09.30, akhirnya aku bersama teman-teman TUC sampai di Puncak Andong. Kurang lebih 2 jam pendakian. Yeaahh... Finally, kita sampai di puncak!

Akhirnya aku dan teman-teman TUC sampai di Puncak Andong

Lagi-lagi aku belum beruntung, karena nggak bisa lihat pemandangan sekitar Gunung Andong karena tertutup kabut tebal. Ini sama kayak pas pendakian pertama. Sayang banget! Padahal tadi waktu masih di basecamp, cuacanya benar-benar cerah dan gunungnya nggak tertutup kabut. Eh pas udah sampai di puncak malah kabutnya datang. Sebel deh gue. Haha...

Saat di puncak, ternyata banyak sekali pendaki yang nge-camp di puncak. Oh ya, di Puncak Andong ternyata juga ada warung lho, jadi nggak usah khawatir bakal kelaparan atau kehausan di puncak. Hehe...

Narsis di Puncak Andong

Pemandangan dari puncak Gunung Andong. Sayang banget ketutupan kabut

Kami berada di puncak kurang lebih selama 1 jam. Sedikit kecewa sih karena nggak bisa lihat pemandangan sekitar Gunung Andong. Padahal kalo nggak tertutup kabut, pemandangannya benar-benar eksotis. Yah, mungkin kita belum beruntung. Hehe...

Setelah puas berada di puncak, kami pun turun. Meskipun pas turun itu nggak seberat pas naik, namun kita harus tetap hati-hati karena bisa saja kita terpeleset karena jalan tanahnya cukup licin. Aku sendiri udah terpeleset 2 kali ketika turun dari puncak Andong. Hahaha... 

Akhirnya, sekitar jam 12-an siang, kami sampai di basecamp Sawit. Pendakian selesai! Dan kami bersiap pulang ke rumah. Aku ikut teman-teman TUC pulang ke Semarang, karena udah beberapa hari aku nggak pulang Semarang (duh, malah curhat. Haha). 

Well, itulah pengalamanku naik Gunung Andong bersama teman-teman TUC. Sangat seru dan berkesan. Sampai jumpa lagi di pendakian gunung selanjutnya. Bye... 




    

Kamis, 18 Februari 2016

Pengalaman Mendaki Gunung Prau, Dieng, Wonosobo

Libur Natal 2015 kemarin adalah libur Natal yang paling berkesan buatku. Kenapa? Karena ada 2 impianku yang terwujud di akhir tahun 2015. Pertama, bisa merasakan naik pesawat terbang untuk pertama kalinya (udah aku ceritakan di tulisan pertamaku di blog. Hehe...). Yang kedua, akhirnya aku bisa melihat keindahan Dataran Tinggi Dieng secara langsung. Sebelumnya, aku belum pernah sama sekali ke Dieng (katrok banget ya, ke dieng aja belum pernah. Haha...).

Kali ini aku mau menceritakan pengalamanku mendaki Gunung Prau, Dieng, Wonosobo. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku naik gunung, karena sebelumnya aku udah 2 kali naik gunung, yakni Gunung Ungaran di Semarang. Jadi ini ketiga kalinya aku naik gunung, juga pertama kalinya aku naik Gunung Prau. So, langsung aja ke cerita!

Tanggal 26 Desember 2015, atau sehari setelah Natal, aku dan keluargaku bersama 4 orang teman papaku, kebetulan papaku juga mengajak teman-temannya, berangkat menuju Dieng dari Semarang. Total kami ada 8 orang, dengan rincian 6 laki-laki (aku, papaku, adikku, Pak Harto, Pak Totok, dan Andro, anaknya Pak Totok) dan 2 wanita (mamaku dan Bu Totok, istrinya Pak Totok). Kami ke Dieng dengan menggunakan mobil. Kami berangkat dari Semarang pukul 09.30. Jarak Semarang ke Dieng sendiri sekitar 120 km (kurang lebih 4 jam perjalanan). Rute yang kami ambil adalah Semarang-Ambarawa-Temanggung-Parakan-Wonosobo-Dieng. Perjalanan Semarang-Dieng skip, karena tidak ada sesuatu yang menarik. Haha...

Jalan raya Wonosobo-Dieng


Pukul 17.00, akhirnya kami sampai di Dieng. Jadi perjalanan Semarang-Dieng 7,5 jam. Kok lama banget sih? Karena kita berhenti beberapa kali untuk makan siang dan juga berhenti di SPBU untuk numpang ke toilet. Haha... Dan juga kita terjebak kemacetan panjang di jalan raya Wonosobo-Dieng karena ada perbaikan jalan.

Sesampainya di Dusun Patak Banteng, kami berdelapan mencari homestay. Beruntung ada warga lokal yang membantu kami mencarikan homestay, jadi kami tidak usah susah-susah mencari homestay. Dan akhirnya kami menemukan homestay yang cukup nyaman, tarif per malamnya Rp 250.000/kamar. Kami menyewa 2 kamar. Oh ya, orang yang membantu kami mencarikan homestay itu namanya Hatman, orang Wonosobo asli. Dia juga yang menjadi pemandu kami dalam pendakian Gunung Prau. Rencana kami berenam (aku, papaku, adikku, Pak Harto, Pak Totok, dan Andro) akan mendaki Gunung Prau melalui jalur Patak Banteng. Jalur Patak Banteng ini adalah jalur yang paling banyak dilalui para pendaki Gunung Prau. Sebenarnya masih ada jalur lain untuk mendaki Gunung Prau, yakni Kali Lembu, namun waktu tempuh untuk mencapai puncak dari jalur Kali Lembu lebih lama daripada via jalur Patak Banteng, yakni 2-3 jam, sementara kalo melalui jalur Patak Banteng hanya 1,5-2,5 jam. Hanya saja, jalur Patak Banteng ini medannya cukup berat dan curam, hanya beberapa bagian saja yang landai.

Rencananya kami akan menuju puncak Gunung Prau saat dini hari, yakni pukul 01.30, agar sampai puncak kita bisa melihat matahari terbit atau istilah kerennya "golden sunrise". Guide kami, Mas Hatman, juga bilang pada kami akan menjemput kami di penginapan bila waktu mendakinya tiba. Malam harinya, beberapa jam sebelum mendaki, kami sempatkan untuk jalan-jalan melihat suasana Dusun Patak Banteng. Suhu malam itu cukup dingin, yakni 18 derajat Celcius. Jadi aku sarankan apabila jalan-jalan di kawasan Dieng pada malam hari untuk mengenakan jaket tebal, karena dinginnya menusuk tulang. Hehe...

Jalan-jalan menikmati dinginnya udara malam kawasan Dieng

Setelah puas jalan-jalan, akhirnya kami kembali ke penginapan untuk beristirahat agar badan kami fit saat mendaki Gunung Prau.


Bersantai di penginapan

Pukul 00.30, aku terbangun karena tiba-tiba pemandu kami sudah menghampiri kami. "Ini gimana sih, katanya jemputnya jam setengah 2, lha kok jam setengah 1 udah datang," batinku. Haha... Berhubung kami sudah dibangunkan oleh pemandu kami untuk siap-siap, aku tidak melanjutkan tidurku, nanggung kurang 1 jam. Heheh... Nah, yang bikin aku sedikit kecewa tuh adikku nggak jadi ikut naik gunung, karena bangun-bangun dia langsung sakit kepalanya, nggak tau deh kenapa. Akhirnya ya cuma kami berlima yang naik gunung, sementara adikku tinggal di penginapan sama emak-emak. Haha...

Bersiap untuk mendaki Gunung Prau

Tepat pukul 01.30, kami berlima berangkat menuju puncak Gunung Prau melalui jalur Patak Banteng dengan dipandu Mas Hatman. Petualangan yang penuh tantangan pun dimulai. Awal pendakian kami belum menemui masalah. Oh ya, pendakian melalui jalur Patak Banteng terdapat 3 pos.

Sesampainya di pos 1, di sini kami menemui masalah. Andro tiba-tiba saja staminanya nge-drop (oalah Ndro Ndro... belum apa-apa kok udah nge-drop). Akhirnya kami berempat, aku, papaku,  Pak Harto, dan Mas Hatman naik duluan. Sementara Pak Totok dan Andro tinggal di pos 1 sampai Andro benar-benar kembali fit. Saat pendakian, kami pun bertemu dengan pendaki-pendaki lain, bahkan kami sempat naik bersama sebelum akhirnya berpisah di tengah-tengah pendakian.

Saat mendaki, kami melihat sebuah warung yang masih buka. Batinku, "Ada gitu ya warung di tengah-tengah gunung?" Hehe... Kami berhenti di warung itu untuk menunggu Andro dan Pak Totok. Beberapa menit kemudian, Andro dan Pak Totok muncul. Andro pun sudah kembali fit, dan kami pun melanjutkan pendakian. Medan yang kami lalui pun cukup berat, belum lagi ditambah suasananya yang gelap. Jadi, bila kita tidak membawa senter atau penerangan, bisa-bisa kita terperosok ke jurang, karena saat mendaki, sebelah kiri itu adalah jurang, hanya saja, karena saat malam suasananya gelap, maka kita tidak tau kalo ternyata itu adalah jurang.

Pos 2 dan pos 3 kami lalui dengan lancar jaya, tidak ada masalah berarti, hanya saja kami banyak berhentinya karena kelelahan. Setelah pos 3, sebentar lagi kita sampai puncak. Dan tepat pukul 04.25, kita pun sampai puncak. Yeahh... Finally! Berarti pendakian hanya memakan waktu hampir 2 jam, dan kita punya kesempatan untuk melihat golden sunrise. Sip dah!

Yeahhh... Akhirnya kita sampai di puncak Gunung Prau

Dari puncak Gunung Prau, kita bisa melihat golden sunrise dan beberapa gunung lain. Benar-benar mahakarya yang sangat eksotis

Gunung Prau ini memiliki ketinggian 2565 MDPL. Selain bisa melihat golden sunrise, dari puncak Gunung Prau, kita bisa melihat beberapa gunung lainnya, seperti Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan juga Gunung Slamet di sebelah barat. Kita benar-benar seperti berada di negeri di atas awan. Pemandangannya sungguhlah luar biasa hingga susah diungkapkan dengan kata-kata. Lebay! Haha... Setelah sampai puncak, Mas Hatman pun pamit pada kami untuk turun duluan. Tak lupa kami ucapkan terima kasih pada Mas Hatman karena telah memandu kami sampai puncak. See you next time Mas Hatman! Terima kasih sudah dipandu sampai puncak.

Karena waktu pendakian kami saat liburan, maka suasananya sangat ramai pendaki. Mungkin ada ratusan pendaki yang berada di puncak Gunung Prau. Kami pun sempat mengobrol dengan seorang pendaki dari Jakarta.   

Di puncak Gunung Prau, ada sebuah bukit yang dinamakan Bukit Teletubbies. Dinamakan demikian karena bentuk bukitnya mirip dengan bukit yang ada di film Teletubbies.

Bukit Teletubbies di Gunung Prau 

Berpose dengan background Bukit Teletubbies

Kami berlima berada di puncak selama kurang lebih 1,5 jam. Setelah keadaan benar-benar terang, akhirnya kami turun. Saat turun kita harus hati-hati, karena turunannya sangat curam dan juga licin. Alangkah kagetnya kami saat melihat sebelah kanan kami ternyata adalah jurang. Saat mendaki, kami tidak tau kalo sebelah kiri itu ternyata jurang. Melihatnya saja sudah ngeri, dalam hati pun aku berdoa semoga kami turun dengan selamat.

Saat turun, kami berempat sempat jatuh terpeleset beberapa kali. Hanya Andro yang tidak jatuh. Tapi kan dia pas awal-awal naik sempat down. Haha... Kami pun berhenti di warung tempat kami tadi menunggu Andro dan Pak Totok. Kami istirahat sebentar untuk menikmati segelas teh hangat dan beberapa gorengan. Setelah istirahat beberapa menit, kami pun melanjutkan perjalanan turun.

Tepat pukul 07.30, kami pun sampai di penginapan. Ini berarti dari puncak ke penginapan kurang lebih 2 jam, sama seperti saat mendaki. Akhirnya selesai sudah petualangan kami mendaki Gunung Prau. Kami pun segera membersihkan diri dan berkemas-kemas sebelum akhirnya pulang ke Semarang.

Setelah semuanya beres, pukul 10.00 kami bersiap meninggalkan penginapan dan kembali ke Semarang. Tak lupa kami berpamitan pada pemilik homestay. Kalo suatu saat kita ke Dieng lagi, kita bakalan menginap lagi deh di homestay ini. Hehe... Amin. 

Setelah berpamitan, kami pun menuju mobil dan cus pulang ke Semarang. 

Finally... Ceritanya selesai sampai di sini. Benar-benar pengalaman yang berkesan dan tak akan pernah aku lupakan. Akhirnya kesampaian juga ke Dieng. Next, Bromo! Amin.


       
  

Sabtu, 13 Februari 2016

Mencoba Kereta Kaligung Semarang-Tegal-PP

Tut tut tut... naik kereta api, siapa hendak ikut (bener nggak sih lirik lagunya? Hehe).

Kali ini aku mau menceritakan pengalamanku naik kereta Kaligung Semarang-Tegal-PP kemarin waktu libur Imlek. Ini adalah pertama kalinya aku naik kereta api (ketauan ya kalo "ndeso". Hahaha...).

Jadi ceritanya begini. Beberapa minggu sebelumnya, mamaku ngajak naik kereta. Awalnya sih ngajak naik kereta Semarang-Purwodadi-PP. Tapi aku bilang, "Ngapain ke Purwodadi? Toh, di sana nggak ada objek wisata yang menarik." Sebenarnya mamaku cuma ngajak kereta-keretaan aja sih, jadi habis sampai stasiun tujuan terus balik lagi. Tapi nggak asyik juga dong kalo cuma kereta-keretaan, ya lebih asyik kalo juga jalan-jalan dan mengunjungi objek wisata yang ada di situ. Setelah ngobrol panjang lebar masalah naik kereta, akhirnya tujuan diganti, nggak jadi ke Purwodadi, tapi ke Tegal nyobain kereta Kaligung, dan disepakati berangkatnya Minggu, 7 Februari 2016 atau H-1 libur Imlek.

Setelah browsing sana-sini di internet nyari tiket kereta api, akhirnya dapat juga deh. Booking tiket kereta Kaligung Semarang-Tegal-PP buat 4 orang (lho, kok 4? Iya, soalnya mau pergi sekeluarga, aku, mama, papa, sama adikku. Hehe...). Tiket aku booking H-3 sebelum keberangkatan, karena tanggal 7 itu bertepatan dengan libur long weekend, takutnya entar kehabisan tiket. Biasanya kalo libur long weekend kan tiket-tiket (bus, kereta, pesawat) pada habis. Oh ya, sebagai informasi saja, harga tiket kereta Kaligung Semarang-Tegal sebesar Rp 50.000/penumpang. Kalo PP berarti tinggal dikali 2. Waktu aku booking, aku dapat potongan harga sebesar Rp 25.000. Lumayan kan? Hehe... Jadi total yang harus aku bayar sebesar Rp 375 ribu (PP buat 4 orang). Untuk jadwal keberangkatan dari Semarang menuju Tegal, kereta Kaligung ini ada 4 kali pemberangkatan setiap harinya, yakni pukul 06.20, 09.10, 12.50, dan pemberangkatan terakhir pukul 16.30. Sebaliknya dari Tegal menuju Semarang juga ada 4 pemberangkatan setiap harinya, yakni pukul 05.00, 09.25, 12.20, dan pemberangkatan terakhir pukul 17.05. Untuk kereta Semarang-Tegalnya, aku pilih yang keberangkatan pukul 09.10, biar nggak terlalu pagi juga nggak terlalu siang. Sementara untuk baliknya ke Semarang, aku pilih yang jam pemberangkatan terakhir, yakni 17.05.   

Booking tiket Kaligung Semarang-Tegal-PP buat 4 orang

Setelah urusan pembayaran tiket selesai, pihak travel agent mengirimkan semacam voucher ke e-mail. Voucher ini harus di-print untuk nanti ditukar tiket fisik di stasiun keberangkatan.

Tiket fisik keret api

Minggu, 7 Februari 2016. Pukul 06.30 pagi kita berempat udah siap untuk menuju Stasiun Poncol Semarang. Sengaja kita berangkat pagi-pagi biar nggak ketinggalan kereta. Hehe... Soalnya jarak rumah ke Stasiun Poncol lumayan jauh, sekitar 15 km (kurang lebih 30 menit perjalanan). Mamaku segera menelepon taksi; kami menggunakan taksi berlambang burung biru (pasti tau dong nama taksinya. Hehe...). Nggak  lama kemudian, taksi yang dipesan pun udah nongol di depan rumah. Batinku, "Cepet banget yak sopir taksinya?". Hehe... 

Cusss... Kita pun meluncur ke Stasiun Poncol. Sopir taksinya nyantai bawa taksinya, nggak ugal-ugalan. Sekitar 40 menit kemudian, kita pun tiba di Stasiun Poncol. Bayar ongkos taksi dan habisnya Rp 75 ribu (agak mahal juga ya? Hehe). Setelah itu, kita menuju loket penjualan tiket untuk menukar voucher dengan tiket kereta. Tapi ternyata di sini kita diharuskan mencetak tiket sendiri di mesin cetak tiket mandiri (CTM) yang disediakan. Tinggal masukkan kode booking lalu akan muncul data penumpang, dan kita klik "Cetak" untuk mencetak tiket. Simpel kan? Cukup majulah sekarang layanan kereta api, udah (hampir) mirip layanan pesawat.

Setelah mencetak tiket, kita segera menuju ruang tunggu. Sebelum masuk ke ruang tunggu, kita harus melalui 2 kali pemeriksaan tiket dan KTP. Setelah lolos, kita dipersilakan menuju ruang tunggu. Di ruang tunggu ini, kita bisa melihat kereta api yang tiba maupun yang akan berangkat. Kita juga bisa berfoto-foto ria sembari menunggu kereta yang akan kita naiki berangkat. 

Itu dia kereta Kaligung yang akan kita naiki

Foto-foto dulu sambil nunggu kereta berangkat

Pukul 08.30, petugas stasiun mengumumkan kepada para penumpang kereta Kaligung tujuan Tegal untuk segera naik ke kereta karena kereta akan segera diberangkatkan. Kita pun langsung menuju ke kereta. Ada kejadian lucu saat kita memasuki kereta, di mana kita sempat salah tempat duduk. Harusnya kita duduk di kursi 9D, 9E, 10D, 10E gerbong 1, tapi yang kita duduki adalah kursi dengan nomor sama tapi di gerbong 2. Kita dengan pedenya duduk di kursi tersebut, nggak sadar kalo kita salah tempat duduk. Haha... Sampai akhirnya penumpang yang duduk di kursi tersebut datang dan bilang kalo yang kita duduki adalah gerbong 2. Dengan malu kita meminta maaf, untungnya penumpang tersebut nggak marah dan dengan lembut bilang "nggak apa-apa". Heheheh... Akhirnya kita menuju gerbong 1 di mana seharusnya kita duduk.

Setelah duduk di tempat yang benar, kita pun sempatkan buat foto-foto di dalam kereta sebelum kereta berangkat.

Narsis dulu di dalam kereta

Pukul 09.05, kereta pun berangkat, sesuai dengan jam keberangkatan yang tertera di tiket. Salut deh buat kereta Kaligung, tepat waktu! Selama perjalanan, kita disuguhi pemandangan yang mengagumkan, seperti hamparan sawah yang hijau dan juga pemandangan laut. Untuk perhentian pertama, kereta ini berhenti di Stasiun Weleri. Nggak lama berhenti, cuma sekitar 10 menit, lalu lanjut ke perhentian berikutnya, yakni Stasiun Pekalongan.

Kereta melewati pinggir laut

 Kita juga disuguhi pemandangan sawah yang hijau

Setelah berhenti di Stasiun Pekalongan selama beberapa menit, KA Kaligung melanjutkan perjalanan. Perhentian berikutnya adalah Stasiun Pemalang. Di Stasiun Pemalang, kereta berhenti cukup lama, sekitar 20 menit, karena harus berpapasan dengan KA Argo Muria dari Jakarta. Setelah KA Argo Muria lewat, KA Kaligung kembali melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir, yakni Stasiun Tegal.

Pukul 11.53, KA Kaligung akhirnya sampai di Stasiun Tegal. Terlambat sekitar 20 menit dari jadwal kedatangan yang tertera di tiket. Finally... Welcome to Tegal, kota ngapak! Hehe...

Welcome to Tegal

Stasiun Tegal

Sebenarnya sih kita niatnya cuma pengen kereta-keretaan aja, jadi sampai Stasiun Tegal balik lagi ke Semarang. Haha... Tapi berhubung kereta yang akan kita naiki buat balik ke Semarang berangkatnya jam 5 sore, akhirnya kita jalan-jalan dulu di kota Tegal. Bosan juga kalo harus menunggu 5 jam di stasiun, mendingan buat jalan-jalan. Hehe... Kita putuskan untuk menuju Pantai Alam Indah Tegal (PAI Tegal). Sebelumnya aku udah browsing di Google nyari info tentang pantai ini, jadi aku udah bilang ke keluargaku kalo ke Tegal, nanti ke Pantai Alam Indah aja, soalnya lihat gambar-gambarnya di Google pemandangannya bagus. Jarak Pantai Alam Indah sendiri dari Stasiun Tegal nggak begitu jauh, sekitar 2,5 km sebelah utara Stasiun Tegal. Untuk menuju Pantai Alam Indah dari Stasiun Tegal bisa dengan jalan kaki kalo nggak mau mengeluarkan biaya, toh pantainya juga nggak jauh-jauh amat dari Stasiun Tegal. Tapi kalo nggak mau capek, bisa naik becak atau taksi yang ada di area Stasiun Tegal. Kalo pengen murah sih ya naik becak, ongkosnya sekitar Rp 20 ribu. Kalo kita pintar menawar, malah bisa dapat harga yang lebih murah lagi, tapi ya nawarnya jangan kebangetan.

Kita akhirnya memutuskan untuk naik becak ke Pantai Alam Indahnya; kita menyewa 2 becak, 1 becak dinaiki aku sama mamaku dan 1 becaknya lagi dinaiki papa sama adikku. Oh ya, setelah tawar-menawar, akhirnya kita dapat harga Rp 10 ribu lho buat 1 becaknya, jadi 2 becak cuma bayar Rp 20 ribu. Murah kan? Hehe... Di tengah jalan, hampir aja becak yang dinaiki papa sama adikku tertabrak mobil. Jadi ceritanya tuh kita berhenti di perempatan sebelah utara Stasiun Tegal karena traffic light-nya menyala merah. Setelah traffic light-nya menunjukkan warna hijau, akhirnya becak kembali berjalan. Tapi sampai di tengah-tengah perempatan, tiba-tiba dari arah barat ada mobil yang melaju cukup kencang karena kebetulan traffic light dari arah barat udah hijau. Mobil itu hampir menabrak becak yang dinaiki papa sama adikku. Untungnya si pengemudi mobil mampu mengendalikan mobilnya, jadi nggak menabrak becak yang dinaiki papa sama adikku. Puji Tuhan, kita masih diberi keselamatan.

Sampai di pintu masuk Pantai Alam Indah, kita diharuskan membayar tiket masuk, per orangnya Rp 2.500, jadi 4 orang Rp 10 ribu. Murah bangetlah tiket masuknya.

Turun dari becak, kita menuju ke pantai. Dan apa yang aku lihat ternyata berbeda 180 derajat dari apa yang aku lihat di Google. Pantai Alam Indah ini kesannya kumuh dan nggak terurus dengan baik, sungguh tak seindah namanya, Alam Indah (maaf, bukan maksudku menjelek-jelekkan, tapi ini penilaianku secara objektif. Cieehh... bahasanya). Kita kecewa banget deh, karena pemandangan Pantai Alam Indah nggak seperti yang ada di internet. Tapi aku mikirnya, ya nggak apa-apalah, itung-itung buat pengalaman, karena pengalaman itu adalah guru yang baik dan mahal harganya. Cieehh... sok bijak banget aku. Hahaha...

Pemandangan Pantai Alam Indah Tegal (PAI Tegal)

Di Pantai Alam Indah ini, kita mengalami kejadian yang menurutku kurang mengenakkan. Jadi waktu itu kita lagi asyik-asyik duduk di kursi yang ada di sekitar pantai sambil menikmati pemandangan. Tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya yang mendatangi kita. Dia bertanya pada kita mau pesan makanan apa, lalu kita bilang aja kalo kita nggak pesan apa-apa. Lalu si ibu itu bilang kalo kursi ini adalah bagian dari warung miliknya, dia juga bilang nggak apa-apa kalo nggak pesan makanan tapi harus bayar sewa tempat duduk. Kita diharuskan membayar Rp 10 ribu untuk sewa tempat duduk. Ya sudahlah, akhirnya kita bayar Rp 10 ribu. Si ibu itu akhirnya pergi.

Setelah puas menikmati pemandangan Pantai Alam Indah, pukul 13.30 kita bersiap untuk kembali ke Stasiun Tegal. Sebelum kembali ke Stasiun Tegal, aku sempatkan dulu buat berfoto di dekat pesawat bekasnya TNI-AL yang dijadikan monumen di kawasan Pantai Alam Indah.

Narsis di dekat pesawat bekasnya TNI-AL

Setelah puas, kita kembali ke Stasiun Tegal dengan naik becak. Kali ini kita dapat harga lebih murah lagi, yakni Rp 15 ribu buat 2 becak. Sesampainya di Stasiun Tegal, kita nggak langsung masuk ke stasiun karena masih ada waktu sekitar 3 jam sebelum balik ke Semarang. Kita putuskan untuk mencari makan siang di sekitar Stasiun Tegal. Setelah nyari-nyari tempat makan siang, akhirnya kita memilih makan siang di rumah makan Padang yang ada di dekat Stasiun Tegal. Siang itu Tegal diguyur hujan deras. Untung aja kita udah balik dari pantai.

Pukul 15.00, kami  masuk ke stasiun. Di Stasiun Tegal ini, sistem cetak tiketnya sama seperti di Stasiun Poncol Semarang, yakni dilakukan lewat mesin cetak tiket mandiri (CTM). Cukup praktis! Pemeriksaan tiket dan KTP di Stasiun Tegal hanya dilakukan sekali. Setelah selesai pemeriksaan, kita menuju ruang tunggu untuk menunggu kereta yang akan membawa kita kembali ke Semarang. Bye-bye Tegal, see you next time!

Pukul 16.45, KA Kaligung tujuan Semarang datang, dan para penumpang dipersilakan masuk kereta. Kali ini kita nggak salah tempat duduk lagi. Haha... Lagi-lagi kereta berangkat tepat waktu, pukul 17.05, sesuai yang tertera di tiket. Perjalanan pulang diiringi dengan hujan deras. Di tengah perjalanan, kereta sempat mengalami insiden, yakni kaca kereta di gerbong yang aku naiki dilempar batu oleh orang tak dikenal. Pikirku, pelakunya pasti orang sakit jiwa, hujan-hujan gini kok ya sempat-sempatnya melempari kaca kereta dengan batu, kurang kerjaan banget! Untungnya kaca kereta nggak pecah, dan nggak ada yang terluka.

Perjalanan pulang Semarang diguyur hujan deras

KA Kaligung dari Tegal ini berhenti di beberapa stasiun, yakni Stasiun Pemalang, Stasiun Pekalongan, Stasiun Weleri, dan stasiun akhir yakni Stasiun Poncol Semarang. Pukul 19.25, kereta tiba di Stasiun Poncol Semarang. Ini lebih awal 1 menit dari yang tertera di tiket, yakni 19.26. Mantap dah kereta Kaligung ini. Dari berangkat sampai pulang selalu tepat waktu.

Selesai sudah perjalanan Semarang-Tegal-PP dengan KA Kaligung. Benar-benar pengalaman yang mengesankan, meski sempat diwarnai dengan kejadian yang tak mengenakkan. Haha... Tapi overall puas banget. Ke depannya aku pengen mencoba KA Argo Bromo Semarang-Surabaya. Hehe... Amin. Sampai jumpa di jalan-jalan berikutnya! Arigatou gozaimasu!